20/11/11

Secangkir Kopi #1

“dunia itu le, bisa dinikmati cukup dengan segelas kopi” kata embahku dulu ketika masih duduk dibangku sekolah dasar. setelah mendengar perkatan kake aku selalu membawa cangkir dan seplastik kopi ke sekolah untuk disiapkan ketika nongkrong, baca buku dibawah rerindang pohon taman sekolah. Dan itu berlangsung sampai bangku SMA.
Teman-teman ku selalu menanyakan kopi racikan ibu setiap kali bertemu denganku Kopi racikan ibu tidak kalah enaknya dengan kopi racikan yang dijual di kantin sekolah dan itu menjadi alasan kenapa aku tidak malu membawa kopi. Bahkan banyak yang pesan sampai berkilo-kilo untuk di jual di warkop-warkop milik orangtua mereka.
…..****…..
Setelah tamat SMA aku berkeinginan meneruskan sekolah di universitas, dan pamitlah aku ke orangtua untuk keinginanku tersebut, namun orang tuaku tidak mengiyakan sepenuh hati karna banyak faktor yang harus dipikirkan. Dengan itu aku berusaha menyakinkan orangtuaku bahwa masalah financial jangan terlalu dipikirkan, “karma aku lelaki, insyallah bisa hidup mandiri tanpa menyusahkan ibu dan bapak” kataku ketika itu. Lalu ibu mesuk kekamar hingga beberapa lama, aku hanya diam dihadapan bapak yang bertatapan kosong, mungkin yang dipikirkan adalah siapa yang bakal membantunya untuk mebiayai sekolah adik-adikku.
“memangnya kamu mau kuliah dimana” kata ibu dengan suara parau yang baru keluar dari kamar.
“jogja atau Jakarta bu”
“apa tidak terlalu jauh” kata bapakku dengan bijak.
“aku bisa numpang sementara dengan kakak kelasku waktu di SMA yang sekarang kuliah disana” jawabku untuk menyakinkan.
Tiba-tiba ibu menghampiriku memberi sesuatu berbungkus kain “ini buat ongkos dan pendaftaran kuliahmu, mungkin hanya ini  saja yang bisa kita berikan”
Aku menolaknya dengan paksa, karma aku masih punya tambungan sisa uang jajan sejak di bangku SMP yang aku simpan dicelengan, lalu ibu menjelasakan bahwa itu hasil dari penjualan kopi selama ini yang memang disengaja disimpan untuk kebutuhan yang mendesak.
Aku terharu dengan itu lantas memeluknya dengan erat sekali” termakasih bu-pak, aku janji akan sekolah dengan sungguh-sungguh”
……****…..
Setelah mendapatkan info benyak mengenai dunia perkuliahan dan info-info pendaftaran kampus-kampus di kota yang aku tuju, berpamitlah aku pada orang tua dengan kemantapan hati bahwa aku bisa menjadi harapan mereka. Dan jakartalah yang menjadi tujuan utamaku, karna aku melihat disana terdapat keunggulan dari kota-kota lain.
Tanpa basa-basi pada orang tua aku meninggalkan keluarga semua. Hanya Dengan membawa perbekalan yang aku miliki dan satu kardus entah yang telah disiapkan oleh ibu, entah berisi apa, tapi yang jelas aroma khas kopi racikan ibu terasa oleh indra penciumku. Aku melangkah menuju stasion pasar turi Surabaya yang tak jauh dari kampong kelahiranku.
Sesampai distasiun mulai terlihatlah hiruk-pikuk calo-calo yang menawarkan jasa, tapi berhubung aku banyak kenal dengan orang-orang disana, tanpa susah payah aku mendapatkan tiket ke Jakarta tanpa perlu tarik-menarik dengan calo-calo itu dan langsung menuju kereta yang tertera pada tiket.
Semasuk dalam kereta aku meliahat persiapan pegelaran panggung rakyat yang aka dimulai dalam gerbong kumuh kelas ekonomi. Yang siap menghibur para penumpang sampai tujuan, dan sanalah letak trdisionalisme bekeabadian sejak pertama kali kereta di negri ini beroprasi.
Tidak putus-putus pagelaran itu, mulai dari pembacaan puisi, musik trdisonal bahkan pagelaran mirip tiater yang menampilkan rialita kehidupan yang terdiri dari para pedagang. “kalau mau minum ya bayar pake uang buka pake dengkul” kata salah satu pedanggan disana dengan suara nyaring. Dan itu berlangsung hingga shubuh berkumandang di pintu stasion cirebon yang terdengar keras dari celah candela gerbong.
“ kang aq dah di crebon, entar dijkrt enk’a aq trun dimna ya”  sms ku yang baru saja kulayangkan pada kang selamet, kakak kelasku yang akan ku minta bantuannya di Jakarta.
Tak lama kemundia hp-ku berdering dengan tanda satu meseg telah ku terima dan aku buka “dstasion senen ja, tak jmpt nati”.
“ ok kang, thx” balasku singkat.
Jam sudah menunjukan 08-45 dan kereta sudah memelankan diri dari pacu rodanya dan terdengar suara “selamat datang bagi para penumpang kreta senja malam di stsiun senen dan jangan sampai lupa pada barang bawaan anda terimakasih” 






2 komentar:

ente memang multi talent.bisa jadi editor,pujangga, dan yang membuat ana terkagum2 ternyata ente mahir menulis Fiksi.

iya, kita harus bisa apa saja. itu hasil dari peshabatan yg beragam termasuk anda mas....

Posting Komentar